Kasus di mana ustadz atau pengajar memanfaatkan posisinya untuk melakukan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap santri atau muridnya adalah tragedi yang memilukan. Sosok yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung, justru berubah menjadi predator. Fenomena ini menghancurkan kepercayaan dan meninggalkan luka mendalam bagi korban.
Kejadian seperti ini tidak hanya merusak fisik, tetapi juga mental dan spiritual korban. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang ustadz atau pengajar, figur yang sangat dihormati, menciptakan kebingungan dan trauma. Korban mungkin merasa bersalah, malu, atau bahkan mempertanyakan keyakinan agama mereka.
Salah satu faktor yang memperparah situasi adalah relasi kuasa yang timpang. Santri atau murid seringkali memiliki ketergantungan besar pada ustadz atau pengajar mereka, baik secara finansial, pendidikan, maupun spiritual. Ketergantungan ini membuat korban sulit untuk menolak atau melaporkan tindakan kekerasan seksual.
Selain itu, keterbatasan akses komunikasi dan pengawasan yang minim di beberapa lembaga pendidikan berbasis asrama dapat menjadi celah bagi pelaku. Lingkungan yang tertutup dan kurangnya saluran pelaporan yang aman membuat korban terisolasi dan semakin rentan terhadap kekerasan seksual.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa pelaku kekerasan seksual adalah individu, bukan institusi atau ajaran agama itu sendiri. Agama mengajarkan kebaikan dan perlindungan, bukan kekerasan. Memisahkan tindakan individu dari ajaran agama adalah langkah krusial untuk menjaga nama baik institusi keagamaan.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, perlu ada langkah-langkah konkret. Setiap lembaga pendidikan harus memiliki kode etik yang jelas bagi para ustadz dan pengajar, serta mekanisme pelaporan yang rahasia dan responsif. Pendidikan tentang perlindungan anak harus menjadi bagian integral dari kurikulum.
Masyarakat, khususnya orang tua, juga harus lebih proaktif. Awasi perubahan perilaku anak, ajak bicara terbuka tentang batasan tubuh, dan jangan ragu untuk melaporkan jika ada indikasi mencurigakan. Setiap laporan harus ditindaklanjuti secara serius dan transparan.
Pada akhirnya, menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama. Kita harus berani menghadapi kenyataan pahit ini dan bekerja sama untuk melindungi generasi muda dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab, terutama dari mereka yang menyalahgunakan posisi suci sebagai ustadz atau pengajar.
