Dalam beberapa minggu terakhir, masyarakat dihebohkan oleh frekuensi kejadian Listrik Padam Berkala tanpa pemberitahuan yang jelas. Gangguan pasokan energi yang tidak menentu ini tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi signifikan di tingkat rumah tangga dan pelaku usaha mikro. Mulai dari makanan beku yang rusak, peralatan elektronik yang korsleting, hingga hilangnya jam kerja produktif, semua menjadi beban yang ditanggung warga. Situasi Listrik Padam Berkala ini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai akuntabilitas penyedia layanan dan menuntut kejelasan mengenai skema kompensasi bagi konsumen, yang pada akhirnya sangat memengaruhi upaya mereka meraih Kemandirian Finansial.
Data dari Unit Pelayanan Pelanggan (ULP) PLN setempat mencatat setidaknya 15 kali insiden pemadaman tak terjadwal sepanjang bulan November 2024, dengan durasi rata-rata dua hingga empat jam per kejadian. Area terdampak meliputi sektor perumahan padat dan kawasan usaha kecil menengah (UKM). Manajer ULP PLN, Bapak Sigit Pramono, S.T., M.M., dalam klarifikasi resminya pada hari Senin, 2 Desember 2024, pukul 14.00 WIB, menjelaskan bahwa mayoritas pemadaman disebabkan oleh faktor alam dan gangguan eksternal. “90% insiden disebabkan oleh pohon tumbang saat hujan deras atau gangguan pada jaringan transmisi akibat layangan liar. Kami sedang melakukan pemangkasan pohon rutin di jalur prioritas setiap hari Jumat pagi untuk mengurangi risiko ini,” ujar Bapak Sigit. Namun, penjelasan ini tidak sepenuhnya meredakan kemarahan warga.
Kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi pihak yang paling terpukul oleh Listrik Padam Berkala. Ibu Diana (40 tahun), pemilik usaha katering rumahan, melaporkan kerugian mencapai Rp 5 juta dalam dua minggu akibat bahan baku yang membusuk. “Kami sudah mencoba menggunakan generator set (genset), tapi biaya operasionalnya terlalu mahal. Bagaimana kami bisa mencapai Kemandirian Finansial jika listrik, sebagai modal dasar usaha, tidak terjamin ketersediaannya?” keluh Ibu Diana saat melayangkan surat protes kolektif ke kantor PLN.
Menyikapi tuntutan kompensasi, Badan Perlindungan Konsumen (BPK) telah melakukan mediasi antara perwakilan warga dan pihak PLN. Kepala BPK, Bapak Antonius Sembiring, S.H., M.H., menjelaskan bahwa konsumen berhak mendapatkan kompensasi sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 38 Tahun 2018, khususnya jika Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) tidak tercapai, yang diukur berdasarkan frekuensi dan durasi pemadaman. “Kami telah meminta PLN untuk secara transparan memublikasikan perhitungan kompensasi yang akan diberikan dalam bentuk pengurangan tagihan listrik bulan berikutnya, terhitung mulai tagihan Desember 2024,” tegas Bapak Antonius pada Selasa, 3 Desember 2024. Pihak kepolisian pun, melalui Unit Reserse Kriminal Umum (Reskrimum), terlibat dalam mengusut tuntas dugaan vandalisme atau sabotase yang dapat menyebabkan gangguan jaringan, khususnya di kawasan industri yang dicurigai menjadi sasaran. Langkah-langkah tegas dan transparansi kompensasi adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan layanan dasar ini mendukung, bukan malah menghambat, Kemandirian Finansial masyarakat.
